Artikel
Sejarah Desa
I. SEJARAH DESA KALIJAGA
Desa Kalijaga adalah salah satu Desa tua dari beberapa desa tua yang ada di Pulau Lombok yang pada umumnya sejarah keberadaan Desa – desa tersebut lahir tanpa didukung oleh kronologis kejadian yang tepat.
Sejarah kelahiran Desa Kalijaga diangkat dari penuturan generasi ke generasi secara turun temurun dengan mengambil indikasi perjalanan sejarah Pemerintahan Raja Selaparang yang menyerbu ke beberapa Daerah seperti Desa Sembalun, Bayan, Wanasaba, Lenek, Pengadangan, Peneda gandor, dan Kopang Benoa.
Diperkirakan pada masa pengembangan ajaran Agama Islam di Jawa oleh para Wali Songo, datanglah seorang penyebar ajaran Agama Islam bernama Raden Rahmat yang konon Raden Rahmat mendarat di Daerah Bintaro (Ampenan), di Daerah Bintaro Raden Rahmat tidak banyak menjalankan misinya yang kemudian perjalanan dilanjutkan ke Pesisir utara Pulau Lombok yaitu Daerah Bayan dan barulah kegiatan penyampaian misi ajaran Agama Islam itu dapat dilaksanakan kepada penduduk setempat dengan cukup lama, sehingga dapat merubah tata cara hidup bermasyarakat, beragama, berbudaya, pola hidup dan penghidupan penduduk Pribumi.
Misi Raden Rahmat terhadap Penduduk Pribumi Bayan mendapat tanggapan positif dan komunikasi sosial Raden Rahmat dengan Penduduk Pribumi berjalan dengan baik, sehingga pengembangan misinya ke Daerah – daerah yang baru selalu didampingi oleh para pengikutnya yang berasal dari Bayan.
Dari Bayan Raden Rahmat melanjutkan perjalanannya menelusuri pesisir Selatan bagian timur Pulau Lombok dan memasuki Daerah Pedalaman yang kemudian diperkirakan bahwa Raden Rahmat sempat tinggal di Kerajaan Selaparang, yang konon dari Selaparang perjalanan dilanjutkan ke Desa - desa Pedalaman Lombok, salah satu diantaranya yaitu Desa Kalijaga dan selanjutnya ke Desa Mamben dan yang terakhir ke Desa Kalijaga lama.
Kalijaga lama adalah pusat Desanya diperkirakan disekitar Iser - iser (Nama Daerah Aikmel dulu) dan Raden Rahmat banyak mengembangkan pelajaran agama Islam pada penduduk pribumi yang kemudian pelajaran - pelajaran tersebut oleh Masyarakat setempat dijadikan modal untuk mengembangkan tata kehidupan, dan penghidupan dimasa berikutnya dan sejalan dengan perkembangan penduduk yang diimbangi oleh tata kehidupan, agama dan sosial budaya penduduk Desa Kalijaga lama, maka tata pemukiman berkembang ke arah selatan yaitu dari Iser - iser berkembang ke Gubuk Dapur dan Karang Mantri.
Gubuk Dapur dan Karang Mantri adalah merupakan tonggak dimulainya keberadaan Desa Kalijaga setelah dibekali dengan ajaran - ajaran Islam oleh Raden Rahmat sehingga keberadaan beliau ditengah - tengah masyarakat pribumi Kalijaga lama dijadikan sebagai indikasi terhadap kejadian dan asal usul nama Desa Kalijaga yang kita temukan saat ini.
Menurut penuturan dari generasi kegenerasi bahwa asal usul nama Kalijaga itu terdapat beberapa versi dan penapsiran, tetapi semua versi dan penapsiran itu adalah merupakan indikasi /jalan utama untuk menggali Pra Desa Kalijaga. Adapun versi - versi yang berkembang dan hidup itu adalah sebagai berikut :
- Nama Kalijaga berasal dari nama seorang penduduk asli yang berprofesi sebagai seorang petani yaitu Loq Kalija yang menerima pesan dari Raden Rahmat untuk menjaga Desa tersebut sehingga nama Loq Kalija menjadi asal usul nama Kalijaga.
- Indikasi yang lain dapat merupakan tradisi khas masyarakat Desa Kalijaga adalah Nasi Sunan yaitu satu-satunya jenis makanan tradisional yang hanya terdapat di Desa Kalijaga. Nasi Sunan ini dibuat dan disajikan pada peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan Nasi Sunan tersebut sama seperti Nasi Sunan yang ada di Daerah Jawa Tengah yaitu di Yogyakarta dan konon hidangan ini dihidangkan khusus untuk para Wali Songo dan salah satu Wali Songo yang pernah ke Kalijaga adalah murid Sunan Kalijaga yaitu Sunan Prapen yang membawa tradisi Nasi Sunan tersebut sehingga dari situ kemudian diambil nama Desa Kalijaga.
- Dapat juga nama Kalijaga ini diambil dari posisi Desa Kalijaga yang diapit oleh dua buah sungai ( Kali ) sehingga penduduk Desa Kalijaga lama disebut sebagai penduduk sungai atau penduduk penjaga sungai ( Jaga Kali ) yang kemudian menjadi Kalijaga.
PEMERINTAHAN DESA KALIJAGA
Sejarah Pemerintahan Desa Kalijaga.
Diperkirakan sekitar tahun 1850 bahwa kehidupan pada masa Pra Desa Kalijaga sudah ada dalam bentuk satu kesatuan hukum dan hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sebutan Sesepuh Desa adat Kalijaga yang bernama Dhea Penghulu bersama putrinya bernama Denda Nawangsasih dan Denda Meraja saudara kandung Dhea Penghulu. Keberadaan Dhea Penghulu dan putrinya Denda Nawangsasih tidak banyak kita jumpai perkembangannya karena pada waktu itu Daerah Lombok sedang menghadapi Invasi anak Agung Gde Agung yang menyebabkan terbunuhnya Dhea Penghulu dan kemudian putrinya Denda Nawangsasih dapat diboyong oleh Anak Agung Gde Agung untuk dijadikan permaisurinya.
Dhea Meraja pada saat itu pergi meninggalkan Dhea Penghulu dan Denda Nawangsasih untuk minta bantuan ke Pulau Sumbawa, tetapi saat Dhea Meraja kembali dari Sumbawa bersama bala bantuannya, keadaan Desa Kalijaga sudah berubah, saudaranya Dhea Penghulu sudah terbunuh dan anak keponakannya Denda Nawangsasih sudah diboyong oleh Anak Agung Gde Agung.
Dhea Meraja bersama masyarakat Desa Kalijaga kembali memulihkan keadaan Desa, dan dalam waktu yang cukup lama Desa Kalijaga dapat dipulihkan. Pertumbuhan dan perkembangan Pemerintahan serta kemasyrakatannya yang mana pada tahun 1875 Desa Kalijaga sudah memiliki seorang Kepala Desa yang bernama : Baiq Incih.
Pada masa pemerintahan Baiq Incih Wilayah Desa Kalijaga meliputi Kalijaga, Aikmel, Dasan Lian, dan sebagian Kembang kerang, kemudian pada tahun 1918 Wilayah Desa Kalijaga dimekarkan menjadi dua buah Desa yaitu Desa Kalijaga dan Desa Aikmel, Desa Kalijaga dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bernama : Baiq Incih sedangkan Desa Aikmel dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bernama : Lalu Wirasasih (Kepala Desa pertama). Adapun nama-nama Kepala Desa yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa di Desa kalijaga sejak tahun 1918 adalah sebagai berikut :
NO |
NAMA |
MASA JABATAN |
1 |
BAIQ INCIH |
TAHUN 1875 – 1902 |
2 |
MAMIQ WIRANATA |
TAHUN 1902 – 1916 |
3 |
MAMIQ MUSTIKA |
TAHUN 1916 – 1918 |
4 |
MAMIQ SATRASIH |
TAHUN 1918 – 1938 |
5 |
AMAQ NURSAIT |
TAHUN 1938 – 1940 |
6 |
BP.SAINUR / HAJI SAMSUL HAKIM |
TAHUN 1940 – 1950 |
7 |
AMAQ TAHRAP |
TAHUN 1950 – 1955 |
8 |
HAJI MUH.ALWI |
TAHUN 1955 – 1960 |
9 |
LALU SINOM JUPARDI |
TAHUN 1960 – 1962 |
10 |
MAMIQ SUKRIN |
TAHUN 1962 – 1966 |
11 |
HAJI HUSEIN ACHMAD |
TAHUN 1966 – 1987 |
12 |
UMAR ALWI, BA |
TAHUN 1987 – 2005 |
13 |
HAYYAALATAIN, SH.,MH. |
TAHUN 2005 – 2017 |
14 |
ZOHRI, S.S |
TAHUN 2018 – 2024 |
Abduh |
---|
25 Februari 2024 22:11:18 Sedikit informasi bahwa berdasarkan catatan J.P. Freijss ketika berkunjung ke lombok pada tahun 1854, yg dituangkan dalam bukunya "Reizen Naar Mangarai En Lombok" in 1854-1856. Yang menuliskan terjadinya perang Kalijaga ketika itu. Dikatakan bahwa Dea Guru ayah dari Denda Aminah mati dipenggal kepalanya, sementara Dea Meraja saudara dari Dea Guru melarikan diri ke Sumbawa. Makam Dea Guru sekarang diklaim berada di Desa Tumbuh Mulia. Yang dikenal dgn Makam Serek Bokos. Hal ini sesuai dgn catatan J.P Frejjs bahwa Dea Guru meninggal di tempat persembunyiannya di sebuah hutan Setek Botos dekat Surabaya. Surabaya maksudnya ternyata Suralaga, seperti salah ketik. Kira2 seperti itu kisahnya |